interaksi gen alel dan gen letal
GEN LETAL DAN INTERAKSI ANTAR GEN
GEN LETAL DAN INTERAKSI ANTAR GEN
GEN LETAL
Gen letal atau gen
kematian adalah gen yang dalam keadaan homozigotik dapat menyebabkan
kematain individu yang dimilikinya. Ada gen letal yang bersifat dominan
dan ada pula yang resesip. Gen letal ialah gen yang dapat mengakibatkan
kematian pada individu homozigot. Kematian ini dapat terjadi pada masa
embrio atau beberapa saat setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya
pula terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu
individu yang bersangkutan menjelang dewasa. Ada dua macam gen letal,
yaitu gen letal dominan dan gen letal resesif. Gen letal dominan dalam
keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau kelainan
fenotipe, sedang gen letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe
normal pada individu heterozigot.
Peristiwa letal dominan antara lain dapat dilihat pada ayam redep (creeper),
yaitu ayam dengan kaki dan sayap yang pendek serta mempunyai genotipe
heterozigot (Cpcp). Ayam dengan genotipe CpCp mengalami kematian pada
masa embrio. Apabila sesama ayam redep dikawinkan, akan diperoleh
keturunan dengan nisbah fenotipe ayam redep (Cpcp) : ayam normal (cpcp) =
2 : 1. Hal ini karena ayam dengan genotipe CpCp tidak pernah ada.
Sementara itu, gen letal resesif misalnya
adalah gen penyebab albino pada tanaman jagung. Tanaman jagung dengan
genotipe gg akan mengalami kematian setelah cadangan makanan di dalam
biji habis, karena tanaman ini tidak mampu melakukan fotosintesis
sehubungan dengan tidak adanya khlorofil. Tanaman Gg memiliki warna
hijau kekuningan, sedang tanaman GG adalah hijau normal. Persilangan
antara sesama tanaman Gg akan menghasilkan keturunan dengan nisbah
fenotipe normal (GG) : kekuningan (Gg) = 1 : 2.
Gen letal dominan
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini.
Pada ayam dikenal gen dominan C yang bila
homozigotik akan bersifat letal dan menyebabkan kematian. Alelnya
resesip c mengatur pertumbuhan tulang normal. Ayam heterozigot Cc dapat
hidup, tetapi memperlihatkan cacat, yaitu memiliki kaki pendek. Ayam
demikian disebut ayam redep (Creeper). Meskipun ayam ini Nampak biasa, tetapi ia sesungguhnya menderita penyakit keturunan yang disebut achondroplasia.
Ayam homozigot CC tidak pernahdikenal, sebab sudah mati waktu embryo.
Banyak kelainan terdapat padanya, sepeti kepala rusak, rangka tidak
mengalami penulangan, mata kecil dan rusak. Perkawinan antara dua ayam
redep meghasilkan keturunan dengan perbandingan 2 ayam redep:1 ayam
normal. Ayam redep Cc itu sebenarnya berasal dari ayam normal
(homozigot cc), tetapi salah satu gen resesip c mengalami mutasi gen
(perubahan gen) dan berubah menjadi gen dominan C.
Pada manusia dikenal Brakhifalangi, adalah keadaan
bahwa orang yan berjari pendek dan tumbub menjadi satu. Cacat ini
disebabkan oleh gen dominan B dan merupakan cacat keturunan. Penderita
Brakhtifalangi adalah heterozigot Bb, sedang orang berjari normal
adalah homozigot bb. Jika gen dominan gomozigotik (BB) akan
memperlihatkan sifat letal. Jika ada dua orang brakhtifalaangi kawin,
maka anak-anaknya kemungkinan memperlihatkan perbandingan 2
Brakhtifalangi: 1 Normal.
Pada tikus dikenal gen letal dominan Y (Yellow) yang
dalam keadaan heterozigotik menyebabkan kulit tikus berpigmen kuning.
Tikus homozigot YY tidak dikenal,sebab letal. Tikus homozigot yy normal
dan berpigmen kelabu. Perkawinan 2 tikus kuning akan menghasilkan
anak dengan perbandingan 2 tikus kuning:1 tikus kelabu (normal). Dari
ke tiga contoh dimuka dapat diketahui bahwa gen dminan letal baru akan
nampak pengaruhnya letal apabila homozigotik. Dalam keadaan
heterozigotik gen dominan letal itu tidak mengakibatkan kematian, namun
biasanya menimbulkan cacat.
Gen Letal resesip
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini:
Pada jagung (Zea mays) dikenal gen dominan G
yang bila homozigotik menyebabkan tanaman dapat membentuk klorofil
(zat hijau daun) secara normal, sehingga daun berwarna hijau benar.
Alelnya resesip g bila homozigotik (gg) akan memperlihatkan pengaruhnya
letal, sebab klorofil tidak akan berbentuk sama sekali pada daun
lembaga, sehingga kecambah akan segera mati. Tanaman heterozigot Gg
akan mempunyai daun hijau kekuningan, tetapi dapat hidup terus sampai
menghasilkan buah dan biji, jadi tergolong normal. Jika 2 tanaman
yangdaunnya hijau kekuninan dikawinkan maka keturunannya akan
memperlihatkan perbandingan 1 berdaun hijau normal: 2 berdaun hijau
kekuningan.
Pada manusia dikenal gen letal resesip I yang bila
homozigotik akan memperlihatkan pengaruhnya letal, yaitu timbulnya
penyakit Ichytosis congenita. Kulit menjadi kering dan
betanduk. Pada permukaan tubuh terdapat bendar-bendar berdarah.
Biasanya bayi telah mati dalam kandungan.
Pada sapi dikenal gen resesip am, yang bila
homozigotik (amam) akan memperlihatkan pengaruhnya letal. Anak sapi
yang lahir, tidak mempunyai kaki sama sekali. Walaupun anak sapi ini
hidup, tetapi karena cacatnya amat berat, maka kejadian ini tergolong
sebagai letal. Sapi homozigot dominan AmAm dan heterozigot Amam adalah
nomal. Cara menurunya gen letal resesip ini sama seperti pada contoh
dimuka. andaikan ada sapi jantan heterozigot Amam kawin dengan sapi
betina homozigot dominan AmAm, maka anak-anaknya akan terdiri dari sapi
homozigot AmAm dan heterozigot Amam, di kemudian hari anak-anak sapi
ini dibiarkan kawin secara acakan (random).
Tabel
Karena sapi F1 terdiri dari 2 macam genotip, yaitu AmAm dan Amam, maka ada 4 kemungkinan perkawinan, ialah:
1 kemungkinan AmAm X AmAm, jantan betina bolak-balik
1 kemungkinan betina AmAm X jantan Amam
1 kemungkinan jantan AmAm X betina Amam
1 kemungkinan Amam X Amam, jantan betina bolak-balik.
Oleh Karena sapi homozigot resesip amam letal, maka sapi-sapi F2
akan memperlihatkan perbandingan genotip 9 AmAm : 6 Amam. Dari berbagai
keterangan di muka dapat diambil kesimpulan bahwa hadirnya gen letal
menyebabkan keturunan menyimpang dai hukum mendel, sebab perkawinan
monohybrid tidak menunjukan perbandingan 3:1 dalam keturunan, melainkan
2:1.
Mendeteksi dan mengeliminir gen-gen letal
Dari keterangan dimuka
dapat diketahui, bahwa gen letal dominan dalam keadaan heterozigotik
akan memperlihatkan sifat cacat, tetapi gen letal resesip tidak demikian
halnya. Berhubung dengan itu lebih mudah kiranya untuk mendeteksi
hadirnya gen letal dominan pada satu individu daripada gen letal
resesip.
Gen-gen letal dapat dihilangkan
(dieliminir) dengan jalan mengadakan perkawinan berulang kali pada
individu yang menderita cacat akibat adanya gen letal. Tentu saja hal
ini mudah dapat dilakukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan tetapi tidak
pada manusia.
INTERAKSI ANTAR GEN-GEN
Selain mengalami
berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen
tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang
tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan
fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua
pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen.
Peristiwa interaksi gen pertama kali
dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola
pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini terdapat empat macam
bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti
dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Persilangan ayam berjengger mawar dengan
ayam berjengger kacang menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang
sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam hibrid
(hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya,
apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka
diperoleh generasi F2 dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat
adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu
bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe
walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik
yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen
tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe
kacang.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas
munculnya fenotipe mawar adalah R, sedangkan gen untuk fenotipe kacang
adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-masing dapat
dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk
walnut, dan rrpp untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan
untuk pewarisan jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.13.
P : RRpp x rrPP
mawar kacang
ê
F1 : RrPp
walnut
F2 : 9 R-P- walnut
3 R-pp mawar walnut : mawar : kacang : tunggal
3 rrP- kacang = 9 : 3 : 3 : 1
1 rrpp tunggal
Gambar 2.13. Diagram persilangan interaksi gen nonalelik
Selain itu,
biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan yang nampak pada
suatu individu itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal, misalnya bunga
merah oleh gen R, bunga putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah
oval (lonjong) oleh gen b, batang tiggi oleh gen T, batang pendek oleh
gen t dll.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari
seringkali kita mengetahui bahwa cara diwariskannya sifat keturunan
tidak mungkin diterangkan dengan pedoman tersebut di atas, karena sulit
sekali disesuaikan dengan hukum-hukum mendel.
Sebuah contoh klasik yang dapat
dikemukakan di sini ialah hasil percobaan Wiliam Bateson dan R.C Punnet
ada ermulaan abad ini. Mereka mengawinan berbagai macam ayam negeri
dengan memperhatikan bentuk jengger di atas kepala. Ayam Wyandotte
mempunyai jenger tipe mawar (“rose“), sedang ayam Brahma berjengger tipe ercis (“pea“). Pada waktu dikawinkan ayam berjengger mawar ercis didapatkan ayam-ayam F1 yang kesemuanya mempunyai jengger bersifat walnut (“walnut“=
nama semacam buah). Mula-mula dikira bahwa jengger tipe walnut ini
intermedier. Tetapi yang mengherankan ialah bahwa pada wakru ayam-ayam
walnut itu dibiarkan kawin sesamanya dan dihasilkan banyak ayam-ayam F2 maka perbandingan 9:3:3:1 nampak dalam keturunan ini. Kira-kira 9/16 bagian dari ayam-ayam F2 ini berjengger walnut. 3/16 mawar, 3/16 ercis dan 1/16 tunggal (single).
Fenotip jengger yang baru ini disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh) antara gen-gen. adanya 16 kombinasi dalam F2
memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang alel yang berbeda ikut
menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang alel menentukan tipe
jengger mawar dan sepasang alel lainnya untuk tipe jengger ercis. Sebuah
gen untuk mawar dan sebuh gen untuk ercis mengadakan interaksi
menghasilkan jengger walnut, seperti terlihat pada ayam-ayam F1.
Jengger mawar ditentukan oleh gen dominan R(berasal dari “rose”),
jengger ercis oleh gen dominan P (berasal dari “pea”). Karena itu ayam
berjengger mawar homozigot mempunyai genotip RRpp, sedangkan ayam
berjengger ercis homozigot mempunyai genotip rrPP. Perkawinan dua ekor
ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger walnut (bergenotip RrPp) dan F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.
Gen R dan gen P adalah bukan alel, tetapi
masing-masing domina terhadap alelnya (R dominan terhadap r, P dominan
terhadap p). sebuah atau sepasang gen yang menutupi (mengalahkan)
ekspresi gen lain yang buka alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen
yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis. Peristiwanya
disebut epistasi dan hipostasi.
Peristiwa epistasi dibedakan atas:
Epistasis resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi
apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya.
Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4.
Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus).
Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit,
yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu
berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c
menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu
kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram
berikut ini.
P : AACC x aacc
kelabu albino
ê
F1 : AaCc
kelabu
F2 : 9 A-C- kelabu
A-cc albino kelabu : hitam : albino =
aaC- hitam 9 : 3 : 4
1 aacc albino
Epistasis dominan
Pada peristiwa epistasis dominan terjadi
penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Nisbah
fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.
Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo).
Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning dan
alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W
yang menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi.
Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy)
menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 sebagai berikut.
P : WWYY x wwyy
putih hijau
ê
F1 : WwYy
putih
F2 : 9 W-Y- putih
3 W-yy putih putih : kuning : hijau =
3 wwY- kuning 12 : 3 : 1
1 wwyy hijau
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis dominan
Epistasis resesif ganda
Apabila gen resesif dari suatu pasangan
gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah
gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II
ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi
dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah
fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.
Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini dapat dilukiskan secara skema sebagai berikut.
gen L gen H
ê ê
Bahan dasar enzim L glukosida sianogenik enzim H HCN
Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L
yang mengatalisis perubahan bahan dasar menjadi bahan antara berupa
glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan enzim L. Gen H
menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida
sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H.
Dengan demikian, l epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis
terhadap L dan l. Persilangan dua tanaman dengan kandungan HCN
sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh dengan llHH) dapat
digambarkan sebagai berikut.
P : LLhh x llHH
HCN rendah HCN rendah
ê
F1 : LlHh
HCN tinggi
F2 : 9 L-H- HCN tinggi
3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah =
3 llH- HCN rendah 9 : 7
1 llhh HCN rendah
Epistasis dominan ganda
Apabila gen dominan dari pasangan gen I
epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen
dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I,
maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda.
Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella,
yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh gen dominan C
dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan d. Dalam hal
ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c.
P : CCDD x ccdd
segitiga oval
ê
F1 : CcDd
segitiga
F2 : 9 C-D- segitiga
3 C-dd segitiga segitiga : oval = 15 : 1
3 ccD- segitiga
1 ccdd oval
Epistasis domian-resesif
Epistasis dominan-resesif terjadi apabila
gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang
bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga
epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah
fenotipe 13 : 3 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis
dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam ras. Dalam
hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan
alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen
C, yang menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan
pigmentasi. Gen I dominan terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan
terhadap I dan i.
P : IICC x iicc
putih putih
ê
F1 : IiCc
putih
F2 : 9 I-C- putih
3 I-cc putih putih : berwarna = 13 : 3
3 iiC- berwarna
1 iicc putih
Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif
Pada Cucurbita pepo dikenal tiga
macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur
pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta
L dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen
dominan dari salah satu pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang
muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara itu, apabila
sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut
berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk
buah cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa
buah berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis
gen duplikat dengan efek kumulatif.
P : BBLL x bbll
cakram lonjong
ê
F1 : BbLl
cakram
F2 : 9 B-L- cakram
3 B-ll bulat cakram : bulat : lonjong = 9 : 6 : 1
3 bbL- bulat
1 bbll lonjong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar